Senin, 31 Juli 2017

Akhirnya Tidak Perlu Menunggu Senja #2

Senja, malam, lampu
Akhirnya Tidak Perlu Menunggu Senja #2
“Mengapa kamu tidak bisa memberiku kesempatan untuk berbicara atau melihatmu lebih dekat sore itu ?”

Widya sedang mengetik...

Tung !

“Karna mataku tidak lagi sanggup menatap sinar matamu, melihatmu seakan ku lihat semua salah dan dosaku”

Off

***

            Matahari kembali bersembunyi diawan-awan yang rendah, mulai menyusutkan panas namun tetap bercahaya dan indah. Anak-anak kecil mulai disuruh mandi oleh ibunya menghentikan permainan yang ada, mulai berkeringat dan pulang.

Anak-anak lain menggendong tas kecil, membawa buku kecil, berbusana muslim warna-warni bertebaran keluar rumah Tuhan, yang sebelumnya membuat doa khotmil quran menelisik sudut-sudut masjid.

           Tidak terkecuali aku yang bukan anak-anak lagi, keluar masjid seperti sore-sore beberapa hari yang lalu. Masih menunggu membiarkan senja menatapku. Membiarkan sore tertawa dengan tingkahku yang masih memperhatikanmu seperti sore-sore sebelumnya. Yang berbeda aku akan menunggu senja lelah dan tenggelam lalu menyujudkan diriku pada pemilik senja dahulu sebelum aku pergi mengambil sepeda dan menghapus jejakmu sampai persimpangan.

Kamu masih pergi begitu saja, acuh dengan apa yang ada didekatmu. Entah apa yang bisa membuatmu tertarik untuk sekedar singgah. Kamu terus lurus tidak berbelok, atau menoleh. Hanya lirikanmu yang pernah aku lihat mencuri, hanya ketika sepatumu tidak kamu temukan didepanmu. Selebihnya aku tidak tahu.

Aku tidak akan berjalan dibelakangmu sekarang, aku hanya ingin menemukan bagaimana aku bisa mengertimu lebih nyata. Tidak mengganggumu atau mengusik apa yang sama-sama kita patuhi. Aturan Sang Kuasa yang tidak bisa dipatahkan.

***

            Sore belum datang dan senja belum lahir tetapi aku sudah bisa menemukanmu, tanpa menunggu kamu keluar masjid aku juga telah bisa memperhatikanmu. Tidak perlu mencari alasan mengapa aku berdiam diluar rumah Tuhan hanya untuk menunggumu selesai mengambil sepeda.

            Tidak perlu sore atau menunggu senja untuk memperhatikan dan mengenalmu lebih dekat. Tidak perlu berdiam kesal mencari jawaban apa yang bisa membuatmu tertarik untuk sekedar singgah aku sudah membuatmu terhenti dan tertarik bahkan nyaman.

            Kamu tidak lagi harus aku cari dengan ketikan-ketikan kecil dan sentuhan panah putih yang terkadang berubah menjadi lingkaran. Tidak perlu melihat garis warna-warni untuk bisa menyentuhmu atau menunjuk manisnya kata-katamu dengan jempol biru.

            Kamu telah berubah tidak seperti dulu, tidak ada sekat jilbab yang nakal sekarang yang menganggu kamu dan aku. Kamu juga tidak menunduk lagi jika denganku. Aku juga tidak perlu menghapus langkahmu hingga persimpangan.

***

Perubahanmu hanya untukku yang sarat dengan aturan Tuhan. Ingatkan aku jika aku salah memimpinmu dalam menuju taman Tuhan.

“Umi nama ayah siapa?”

“Muhammad Rasyid” eja Widya

Aku tersenyum.*



Tanyakan saja, akan saya ceritakan bagian mana yang kamu inginkan.Aku dengan senang hati membaca komentarmu. 😊

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel Menarik