Selasa, 18 Juli 2017

SUKMA NIZAM #1


pensil warna, spidol warna
Sukma Nizam #1
Jum’at 8 November 2013 Pukul 14.31 di Yogyakarta bagian timur diguyur hujan

Aku sengaja tidak diteras lagi, mungkin bayangmu akan sangat jelas disana. Aku telah lama disana, sekitar satu jam yang lalu ketika langit kota budaya ini sedang cerah. Secerah perasaanku kala itu.

Handphoneku  berdering.

“ Hey Nizam, Apa kabar? Kau tidak galau kan?”

Hehehe tidak... Aku Cuma butuh refresing saja”

Hehe.  Aku rencana pulang hari ini, tapi sepertinya akan hujan, besok saja lah.”

Oke aku tunggu lho”

Handphoneku mati

Aku hanya diam setelah handphoneku  tidak bersuara lagi, entah mengapa diamku ini semakin jadi saja. Disana, di Nganjuk akan hujan dan disini langit mulai menghitam, mulai ada melodi drum  diatas sana, mirip dengan suara bola bowling yang sedang menggelinding.

***

Aku masuk kamar dan mengambil kertas dari kamarku, aku hanya ingin mengenangmu melalui puisiku, bukan hanya melalui hujan ini. Kutulis bait ini yang hanya untukmu, terlalu ringkas memang, tetapi inilah yang mampu aku lakukan ketika sedang pilu karena mengingatmu.

Matamu masih melekat dihatiku
Hasratku masih menggantung didadaku
Suaramu mengalahkan jatuhnya air

****

Bulan Mei 2013 ditepi Bengawan Solo, disudut kota Cepu

Kota kecil yang ramai dengan hiruk pikuk motor dan sebangsanya. Dibawah jembatan tua peninggalan kolonial Belanda, kala itu hujan, dan kamu meringkuk kedinginan tepat disisi kiriku. Bajumu yang berwarna hijau mulai terkena bercak air, jilbabmu hijau muda juga mulai basah. Tapi kau masih bergaya kuat membohongi diri yang sedang kedinginan.

“Sukma... Ayo kita kembali kerumahmu”

Nggak ah... Ini seru Nizam ! menikmati Bengawan seperti ini”

Wajahmu tiba-tiba ceria, menebar senyum yang seakan baik-baik saja.

“ Hemm... Indah” gumamku ketika aku akan berpaling dari wajahmu


***

Pukul 14.48 di Yogyakarta

Hujan telah reda dan adzan mulai berkumandang. Yah, adzan ashar. Aku masih menunda diriku menghadap pencipta. Bait ini dan dirimu penyebabnya.

Bengawan jadilah saksi
Bengawan aku ingin kamu saksikan
Kalau aku memendam rasa ini


***

23 Oktober 2012 di Cepu

Aku kayuh sepeda hijauku melewati jalan Diponegoro Cepu. Aku terhenti disebuah toko buku didepan kantor polisi. “ Mayapada” nama toko itu, aku menyebrang jalan dan aku parkir sepedaku di depan toko.

Aku masuk toko dan mencari majalah yang biasa aku beli, Story edisi Oktober 2012.

“Aduh ! uangku kurang seribu !” aku kaget dengan jumlah uangku, kecewa .

“ Mungkin aku harus kembali mengambil uang dulu” sambungku pelan sekali.

Rasa kecewaku semakin jadi dan mau tidak mau aku menaruh kembali majalah itu.

Tiba-tiba...

“Ini uangku pakai saja, kan cuma seribu, dari pada kamu pulang”

Tak kusangka kamu begitu manis ketika menatapku dengan sedikit menunduk.

“ Oh tidak usah” aku menolak

Tetapi argumenmu lebih kuat dari hatiku. Aku menerima dan membayarkan ke bapak penjaga toko.

“Aku akan menggantinya. Emm kamu anak mana ya?”

“ SMA 4 Cepu, Kamu dari SMK Kesehatan kan?”

“Iya. Kok tahu ?”

“Dari seragamnya”

Kamu tersenyum, dan aku juga tidak mampu untuk menahannya. Kamu ramah !

“ Oh iya. Aku Nizam, nama kamu siapa? Kalau aku boleh tau”

“Sukma. Kamu suka baca buku dan beli disini ?”

“ Iya, Boleh minta nomor yang bisa dihubungi ? Siapa tahu kita bisa sharing dan aku bisa mengganti uangmu”

Kamu tertawa dan keningmu mengkerut. *


Tanyakan saja, akan saya ceritakan bagian mana yang kamu inginkan.
Aku dengan senang hati membaca komentarmu. 😊

1 komentar:

  1. jadi, si nizam itu bukan sukma ya kak? saya kira sukmanya nizam....

    BalasHapus

Artikel Menarik